Konflik geopolitik Rusia vs Ukraina kini melebar ke perselisihan antara Amerika Serikat dan China. Medan perangnya pun bukan hanya di Eropa saja, tapi juga sudah bergeser tempat ke Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk dalam hal ekonomi.
Guru Besar Emeritus Universitas Pertahanan, AM Hendropriyono mencatat, NATO tengah berupaya menciptakan perdamaian di Eropa, dengan menyeimbangkan daya tempur lewat dukungan penuh Amerika Serikat (AS) dan bangsa Barat ke Ukraina, sambil mengalihkan perhatian China agar tidak memberikan bantuan militer kepada Rusia.
Situasi itu membuat adanya usaha pergeseran geopolitik dari benua Eropa ke benua Asia. Dalam hal ini, kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur dijadikan medan perang pengganti, sebagai langkah geostrategi dari berbagai alternatif cara bertindak terbaik.
Hendropriyono mencontohkan, itu tergambar lewat sengketa kedaulatan yang kronis antara Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan yang menuntut perbatasan laut mereka di Laut China Selatan (LCS). Itu kemudian menjadi akut pada 2019 karena terlibatnya China.
“Indonesia yang semula juga tidak terlibat menjadi terlibat, karena China menuntut perbatasan lautnya 90 persen mutlak di wilayah LCS dalam 9 garis putus-putus, sehingga menindih batas ZEE (Zone Ekonomi Eksklusif) dan beririsan langsung dengan batas perairan kepulauan Natuna Indonesia,” ujarnya, Kamis (12/1/2023).
Di sisi lain, ia melanjutkan, Amerika Serikat ikut terlibat memaksa China fokus pada sengketa di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. Sehingga lebih memikirkan proyeksi kekuatan militernya di dua kawasan itu daripada berpikir untuk membantu Rusia di medan perang Eropa.
Namun, China dengan kekenyalan strateginya pada konflik Laut China Selatan lantas berhasil menentramkan kegusaran Indonesia.
Sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden G20 dan calon Ketua ASEAN 2023 kemudian bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada 26 Juli 2022 di Beijing.
KTT ASEAN-China
Menurut Hendropriyono, pertemuan tersebut membahas pelaksanakan dari konsensus KTT ASEAN-China 2021 yang lalu, yakni menjunjung regionalisme terbuka dan memajukan kemitraan yang strategis-komprehensif demi keamanan dan kemakmuran kawasan.
“Konsep Belt and Road Initiative (BRI) China 2013 bertujuan menggeser ekonomi dunia ke Eurasia dan politik dunia ke multipolar. Sehingga merupakan kunci stabilitas pembangunan yang berkelanjutan bagi negara-negara di Asia Tenggara,” sebutnya.
Tentu saja hal ini tidak disukai Barat. Hendropriyono menilai, itu tergambar lewat bantuan jejaring serta dana cukup besar untuk Dato Seri Anwar Ibrahim, kawan lama AS menjadi Perdana Menteri Malaysia.
Salah satu langkah pertama yang diharapkan pada pemerintahan baru adalah membekukan semua investasi infrastruktur yang berasal dari China.
Masyarakat Melayu
Namun, masyarakat Melayu bukan mereka yang sangat pro AS, sehingga perubahan politik yang berlangsung di Malaysia adalah suatu permainan panjang (the Long Game).
“Tolak ukur seperti berlanjut atau tidaknya partisipasi Malaysia atau justru penarikan diri dari BRI dan klaim kedaulatan di LCS kelak akan menunjukkan, apakah The Long Game sebagai strategi penggalangan Washington terhadap Anwar Ibrahim dan jaringan yang membantunya akan berhasil, atau justru gagal total,” ungkapnya.
Pasalnya, dalam CT Corp Leadership Forum pada 9 Januari 2023, Anwar Ibrahim menyatakan prinsip yang diusungnya adalah kepentingan nasional Malaysia. Yang bersangkutan mengatakan, negaranya harus baik-baik kepada Barat dan juga kepada China.
Jokowi pun ikut andil dengan menjadi kepala negara dunia pertama yang mengucapkan selamat atas terpilihnya Anwar Ibrahim. Hendropriyono berujar, itu dapat dinilai sebagai langkah awal dari usaha kontra-penggalangan Indonesia, agar Malaysia dapat tetap bertahan di jalan yang selama ini ditempuh Asean.
“Jalan tersebut telah membuktikan keberhasilan Indonesia dalam menerapkan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, sehingga menuai serangkaian keuntungan bagi kepentingan nasional (National Interest) Indonesia,” pungkasnya.