BI soal Dedolarisasi: ASEAN Sudah Lebih Konkret

Kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan mendorong upaya untuk mengurangi penggunaan dolar AS untuk perdagangan dan investasi atau dedolarisasi. Langkah serupa juga sebenarnya sedang dilakukan negara-negara ASEAN melalui kerja sama Local Currency Transaction (LCT).  Negara-negara BRICS dikabarkan tengah menciptakan media baru untuk pembayaran. Berdasarkan laporan media Rusia, anggota parlemen Rusia, Alexander Babakov mengatakan, langkah ini adalah strategi untuk tidak mempertahankan dolar atau euro.

Indiatimes juga menulis bahwa mata uang baru itu kemungkinan akan diamankan dengan komoditas lain, seperti emas dan logam tanah jarang (LTJ). Perkembangan upaya menciptakan mata uang baru ini kabarnya akan dipresentasikan pada KTT BRICS di Afrika Selatan pada Agustus ini. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, belum mendengar gagasan konkret terkait rencana penerbitan mata uang baru negara-negara BRICS. Namun, ia mendengar bahwa negara-negara BRICS berencana mendiversifikasi mata uangnya.  Indonesia, menurut Perry, sudah melakukan diversifikasi penggunaan mata uang lokal atau LCT dengan negara-negara mitra. Ini merupakan langkah untuk mengurangi penggunakan dolar AS atau yang banyak disebut dengan dedoalarisasi.

“LCT ini artinya menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan, investasi, bahkan kami ingin bangun ASEAN Payment Connectivity. Itu adalah diversifikasi penggunaan mata uang lokal. Jadi, ASEAN bahkan sudah lebih konkret.” ujar Perry dalam konferensi pers, Selasa (18/4).  Ia menjelaskan, Indonesia saat ini sudah meneken kerja sama dengan empat negara ASEAN, yakni Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipuna terkait kerja sama pembayaran lintas batas tersebut.

Indonesia juga sudah meneken kerja sama local currency settlement dengan Jepang dan Cina.  “Pada Mei, kami akan menekan tanda tangan dengan Korea untuk local currency,” ujar dia.  Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, Indonesia saat ini sudah menjalankan kerja sama LCT dengan empat negara, yakni Thailand, Jepang, Cina, dan Malaysia. Tren peningkatan transaksi dengan mata uang lokal, terutama terjadi antara Indonesa dengan Jepang.

“Transaksi LCT Indonesia dengan Jepang hingga Februari 2023 atau dalam dua bulan sudah mencapai US$ 957 juta. Ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata tahun 2022 sebesar US$ 350 jura per  bulan. Jumlah pelakunya juga meningkat dari 1.740 menjadi 2.014,” katanya.  Ia memperkirakan transaksi LCT antara Indonesia dengan negara mitra akan semakin meningkat. Hal ini didukung oleh perekonomian Tiongkok yang membaik dan kerja sama baru dengan Korea Selatan.  Adapun Indonesia juga telah memulai transaksi pembayaran lintas negara dengan Thailand menggunakan kode QR. Indonesia dan empat negara ASEAN lainnya, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina juga telah meneken kerja sama transaksi pembayaran lintas batas dalam di sela-sela KTT G20 di Bali pada November 2022.

Kerja sama kemudahan transaksi pembayaran antara lima negara ASEAN terbesar ini mencakup lima area, yakni kode QR, fast payment, data, RTGS, dan transaksi mata uang lokal.  “ASEAN akan memimpin dan menjadi contoh bagaimana membangun konektivitas sistem pembayaran lintas negara untuk mendorong pemulihan ekonomi dan inklusi keuangan,” ujar Perry dalam High Level Seminar Form ASEAN to The World Payment System in Digital Era di Nusa Dua, Bali, Selasa (28/3).

Sumber : KataData

Related posts

Din Syamsuddin: Rusia-Dunia Islam dapat menjadi kekuatan baru

Perkuat Solidaritas Dunia Islam, BAZNAS RI Dorong Pengaktifan Keanggotaan Indonesia di ISF