Negara-Negara ASEAN Sepakat Perkuat Mengatasi Polusi Plastik



Dunia sedang menghadapi masalah berat terkait polusi dan pencemaran, salah satu dari tiga krisis planet selain perubahan iklim serta biodiversitas. Permasalahan polusi dan pencemaran ini juga termasuk  masalah bagi negara anggota ASEAN. United Nation on Environmental Assembly (UNEA) sejak tahun 2022 sudah mulai melakukan negosiasi untuk menyusun Internasional Legally Binding Instrument (ILBI) untuk mengatasi polusi plastik. Negara-negara ASEAN dibawah koordinasi ASEAN Secretariat, terus bekerja bersama-sama mengatasi persoalan lingkungan hidup. 

ASEAN Senior Official on Environment (ASOEN) atau National Focal Point (NFP) Indonesia dalam urusan ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dalam hal ini Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK, memimpin pertemuan ASEAN Coordination Meeting on Intergovernmental Negotiating Committee (INC) Plastic Pollution pada 16 Oktober 2023 untuk mengidentifikasi commonalities terkait plastic pollution serta  menyiapkan ASEAN Member States (AMS) untuk menghadapi pertemuan INC-3 di Nairobi Kenya. Pertemuan melakukan sharing dan berdiskusi terkait perspektif dan kesamaan peran.

Dalam sambutannya ASOEN NFP Indonesia, Ary Sudijanto menegaskan bahwa ASEAN dapat menjadi episentrum pertumbuhan inklusif pengelolaan plastik yang memberikan dampak positif pada beberapa aspek penting yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan aspek ekonomi dan sosial melalui penerapan konsep ekonomi sirkular.

Dalam kesempatan open session AMS mendapatkan pandangan dan informasi dari mitra, yaitu World Bank, GIZ dan ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia), beberapa hal hal yang diangkat dan menjadi catatan AMS antara lain terkait dengan ILBI Zero Draft on Plastic Pollution, ASEAN Regional Action Plan (RAP), dan kesiapan proyek SEA-MAP mendukung AMS dalam memenuhi komitmen ILBI. Isu prioritas, seperti EPR-Extended Producer Responsibility, single use plastic banned, plastic credit, dan perdagangan limbah plastik regional dapat didorong sebagai Langkah konkret kontribusi ASEAN. 

Dalam kesempatan itu juga dipaparkan pengalaman NIVA (Norwegian Institute for Water Research) yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang penanganan polusi plastik, menyampaikan bahwa secara menyeluruh rancangan ILBI Zero Draft on Plastic Pollution yang mencakup upaya dan kendali yang harus dilakukan mulai dari hulu, tengah, dan hilir proses. Selain itu, juga disampaikan mengenai tantangan-tantangan penerapan Extended Producer Responsibilities (EPR) di negara berkembang. Tantangan utama adalah fasilitas dan infrastruktur pengumpulan sampah plastik dan bagaimana bisa menjangkau seluruh wilayah terkecil (desa, kecamatan, dst). Dari sisi produsen, perlu prioritasi kelompok produsen yang wajib menerapkan EPR. Dijelaskan pula bahwa instrument EPR, antara lain standar kemasan dan perdagangan plastik.

Dipimpin oleh ASOEN NFP Indonesia mewakili ASOEN Chair Philipines dalam sesi tertutup, seluruh AMS yang hadir dalam pertemuan menyambut baik langkah-langkah pengatasan polusi plastik sejauh ini. Pada pertemuan koordinasi tersebut, Negara-negara ASEAN sepakat untuk menggalang aksi kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak untuk bersama-sama mengatasi masalah pencemaran plastik dan menentukan langkah konkret ASEAN terhadap proses INC. ASEAN memiliki Regional Action Plan to tackle Plastic Pollution (2021–2025) yang pada prinsipnya selaras dengan zero draft International Legally Binding Instrument (ILBI) on Plastic Pollution. 

Pertemuan ASEAN on Environment tersebut juga dirangkaikan dengan ASEAN Conference for Combating Plastic Pollution (ACCPP) pada 17 Oktober 2023 di Jakarta, yang merupakan kolaborasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Sekretariat ASEAN (ASEC). Kegiatan ACCPP juga didukung oleh National Plastic Action Partnership (NPAP) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) yang menginisiasi konferensi ini dengan tujuan mengeksplorasi potensi inisiatif dalam penguatan peran negara anggota ASEAN guna mendukung upaya penanganan polusi plastik, termasuk di laut. 

Pada momentum pembukaan ACCPP, Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK Ary Sudijanto selaku ASOEN NFP Indonesia  menjelaskan bahwa ACCPP ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk mengkoordinasikan suara dalam melawan polusi plastik dan sampah laut secara regional melalui Pernyataan Ketua KTT ASEAN ke-43 artikel 129. Ary Sudjianto menambahkan, ACCPP ini merupakan kesempatan strategis untuk menggalang rekomendasi demi menemukan kondisi regional yang memungkinkan mengatasi pencemaran plastik dan mengharmonisasikan misi AMS dalam menghadapi negosiasi zero-draft Global Plastic Treaty pada INC-3.

“Sebelum inisiatif ILBI, ASEAN telah mengambil tindakan nyata untuk memerangi polusi plastik dalam bentuk Deklarasi Bangkok mengenai Sampah Laut di kawasan ASEAN dan Kerangka Aksi ASEAN mengenai Sampah Laut. Kemarin seluruh anggota ASEAN berpartisipasi dalam pertemuan koordinasi untuk membahas dan berbagi pandangan persamaan dan perbedaan prioritas sebagai persiapan pertemuan INC-3 berikutnya yang diselenggarakan di Nairobi, Kenya bulan depan,” terang Ary Sudijanto.

Dalam ACCPP ini juga mengangkat tentang penguatan commonalities dari aspek teknis terkait material alternatif, mendorong penerapan produksi dan konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption and production), dan skema financial. Mendorong ASEAN untuk melakukan kajian dampak ekonomi yang menyeluruh khususnya terkait dengan keberadaan industri plastik di negara berkembang sebagai bagian dari pembangunan. Perlu pula  kejelasan dibeberapa aspek teknis, seperti lingkup pencemaran plastik, bahan aditif plastik terkait microplastik dan nanoplastik, chemical yang digunakan pada proses produksi, penggunaan single use plastic dan isu EPR. Dilaporkan juga ada kesenjangan data dalam upaya pemberantasan polusi sampah plastik di ASEAN. 

Dalam pertemuan ACCPP juga dibacakan lima poin rekomendasi oleh Direktur Penanganan Sampah, KLHK – Focal Point ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities (AWGESC), Novrizal Tahar, yaitu: (1) mendukung kerja sama ASEAN pada AWGESC untuk menggabungkan tingkat daur ulang sebagai salah satu kriteria Penghargaan Kota Berkelanjutan Lingkungan ASEAN; (2) mengembangkan standar di masing-masing negara ASEAN dan standar regional ASEAN untuk meningkatkan model bisnis reuse/refill sebagai alternatif untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai; (3) memainkan peran penting untuk menyuarakan suara dan posisinya sebagai kawasan yang memiliki banyak kesamaan, dalam proses negosiasi ILBI mengenai polusi plastik; (4) menetapkan standar kemasan plastik yang dapat didaur ulang untuk mengatasi masalah sampah bernilai rendah; dan (5) Mengintegrasikan ekonomi sirkular ke dalam sistem perdagangan, keuangan dan investasi, dengan menetapkan insentif ramah lingkungan bagi sektor swasta.

ASEAN Member States dan ASEAN Secretariat melalui pertemuan-pertemuan ASOEN atau juga ASEAN Ministerial Meeting on Environment (AMME) akan terus mengawal pengendalian polusi plasti baik di tingkat nasional maupun regional ASEAN.

Sumber : Menlhk

Related posts

Din Syamsuddin: Rusia-Dunia Islam dapat menjadi kekuatan baru

Perkuat Solidaritas Dunia Islam, BAZNAS RI Dorong Pengaktifan Keanggotaan Indonesia di ISF