Dari Dunia Islam, Apa yang Menarik buat Prabowo?

KABINET Merah Putih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memasukkan satu numenklatur unik di Kementerian Luar Negeri, yaitu wakil menteri luar negeri (wamenlu) dengan tugas khusus membidangi dunia Islam. Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta, yang ditugasi menjalankan mandat itu. 

Dukungan bagi kemerdekaan Palestina, sebagaimana diungkapkan Prabowo dalam pidato perdananya sebagai Presiden Indonesia, patut diduga menjadi bagian pasti dari penugasan tersebut. Namun, apakah hanya itu?

Apa saja yang menarik bagi Prabowo hingga dia membuat numenklatur wamenlu dengan tugas khusus menangani Dunia Islam? “Saya kira tema utama tetap ekonomi,” kata Direktur Eksekutif The Prakarsa, Ah Maftuchan, Rabu (23/10/2024).

Meskipun, Maftuchan tetap melihat Prabowo serius dengan isi pidatonya soal dukungan bagi kemerdekaan Palestina. Sama seriusnya juga, menurut dia, Anis Matta akan mendapat tugas untuk mempromosikan Islam model Indonesia. 

“Karena sejumlah negara seperti Afghanistan berharap kita bantu dalam proses peralihan ke sistem (poliitk) yang lebih stabil,” cetus Maftuchan.

Buktinya, sebut dia, beberapa kali delegasi Afghanistan datang ke Indonesia. Kementerian Luar Negeri menindaklanjuti itu. Pemerintah Indonesia juga mengirim semacam “utusan khusus”, yaitu mantan wakil presiden Jusuf Kalla ke negara tersebut beberapa waktu lalu. 

Terpisah, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Hari Wibowo, mengatakan penempatan wamenlu yang khusus membidangi Dunia Islam ini memang patut diduga untuk mempererat kerja sama dengan Dunia Islam, khususnya Timur Tengah dan Turkiye. 

“(Ini) akan sangat menguntungkan Indonesia. Dari sisi geopolitik, pertahanan dan keamanan, serta ekonominya sangat besar. Penunjukan ini adalah didasari kepentingan nasional Indonesia,” kata Dradjad yang juga adalah politisi senior Partai Amanat Nasional, Rabu.

Selain itu, lanjut Dradjad, Prabowo secara pribadi juga punya kedekatan emosional dengan Dunia Islam, khususnya Timur Tengah. “Beliau kan pernah tinggal di Yordania dan hingga kini bersahabat erat dengan Raja Abdullah II,” imbuh Dradjad. 

Menarik investasi dari negara-negara Teluk 

Adapun terkait ekonomi, Maftuchan melihat Prabowo saat ini sedang melakukan pelembagaan yang lebih kuat untuk menampung geliat Timur Tengah—representasi dunia Islam—dalam percaturan investasi. 

“Timur Tengah saat ini juga sedang berubah. Mereka ingin menjadi financial hub dan investor aktif di belahan dunia,” kata dia. 

Sebelum ini, lanjut Maftuchan, negara-negara di Kawasan Teluk cenderung menitipkan uang mereka lewat fund management. Ini yang sekarang menurut dia sedang berubah.

Gelagat perubahan tren perilaku negara-negara Teluk dalam persoalan investasi ini, sebut dia, bisa dilihat dari pembelian klub bola Eropa, pembangunan kawasan-kawasan internasional di negaranya, dan pembangunan pusat-pusat bisnis baru untuk menjadi self fund hub sekaligus pusat bisnis mereka. 

“Basic, kita berharap mereka juga menaruh uang di sini lewat foreign direct investment (FDI), punya ekspektasi FDI signifikan dari Timur Tengah,” tutur Maftuchan.

Penunjukan wamenlu yang khusus membidangi Dunia Islam, menurut Maftuchan, punya nilai strategis.

“Yang diperkuat wamenlu karena selain bisa memerankan negosiasi di tingkat government yang bukan business to business, tapi juga bisa menjalankan peran yang sifaatnya trade off politik dan bisnis,” papar Maftuchan. 

Terlebih lagi, lanjut dia, berbisnis dengan negara-negara Teluk tampaknya tidak cukup menggunakan logika bisnis. 

“Di Timur Tengah ini tidak pure logical business, (tapi) masih bisnis yang dibalut politik, karena rata-rata negara keluarga,” ujar dia.

Barulah setelah pintu terbuka oleh diplomasi yang dijalankan Anis Matta, Maftuchan menduga tindak lanjutnya baru akan melibatkan kementerian lain terkait investasi, perdagangan, industri, atau yang sifatnya teknis lain.

“Saya baca logic-nya demikian,” tegas dia. 

Kemenlu sebagai “marketing” Indonesia 

Maftuchan melihat pula bahwa saat ini Prabowo tampaknya ingin lebih tajam merealisasikan “tagline” yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo tentang Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

“(Yaitu) Kemenlu sebagai ‘marketing’ Indonesia, bukan hanya diplomat Indonesia,” sebut dia. 

Menurut Maftuchan, Prabowo bahkan tampaknya punya keinginan untuk memimpin langsung diplomasi ekonomi politik Indonesia di kancah regional dan global. 

“Ini bukan hal yang unik Indonesia,” tegas dia. 

Langkah-langkah yang dilakukan Prabowo sejauh ini, kata Maftuchan, bukan hal yang tak lazim di dunia internasional. Praktik menggabungkan diplomasi dan kepentingan ekonomi seperti ini sudah dilakukan lebih dulu antara lain oleh negara-negara Persemakmuran.

Inggris, misalnya, melakukan perubahan manajemen dari International Development Cooperation yang dulu tidak terkait apa pun dengan perjanjian dagang (trade agreement), sekarang malah menggabungkan keduanya. Hal serupa dilakukan Australia yang bahkan membentuk Department of Foreign Affair and Trade (DFAT). 

“Intinya, negara-negara barat sudah tidak malu-malu lagi bahwa International Development Cooperation harus bermanfaat ekonomi bagi mereka. Kenapa kita tidak?” tegas Maftuchan. 

Membuka potensi negara-negara Teluk 

Bila ekonomi memang menjadi tema utama langkah Prabowo menunjuk wamenlu yang khusus menangani Dunia Islam, sebenarnya berapa potensinya? 

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiandi, memberikan terlebih dahulu gambaran postur APBN Indonesia sebelum menjawab soal potensi ekonomi yang bisa digali dari relasi dengan negara-negara kawasan Teluk. 

“Ke depan, dengan target mengejar pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen, butuh investasi Rp 10.000 triliun dalam lima tahun. (Dari jumlah itu) paling maksimal APBN (ada alokasi) Rp 500 triliun sampai Rp 700 triliiun saja. (Selebihnya) diarahkan ke sumber non-APBN, terutama dari luar Indonesia,” ungkap Fithra, Rabu.

Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) ini pun menyebut Timur Tengah adalah sumber pendanaan yang layak untuk direngkuh. 

Langkah yang dilakukan Prabowo, termasuk soal penunjukan wamenlu khusus Dunia Islam ini, menurut Fithra, tak terlepas dari upaya menggaet investasi ini. 

Fithra pun bertutur, UI pernah membuat pemetaan pada 2015-2016, tentang negara-negara “non-tradisional” yang berpotensi menjadi sumber pendanaan bagi Indonesia.

Negara-negara non-tradisional yang dia maksud adalah di luar negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan China. 

“Buat beberapa wilayah Amerika Latin dan Teluk, potensi non-tradisional belum dimanfaatkan dengan baik selama ini,” ujar dia soal pemetaan tersebut. 

Khusus negara Teluk, imbuh Fithra, ada kedekatan ideologi tetapi selama ini belum ada yang optimal menjembatani. Kalaupun dari mereka sudah ada yang berminat berinvestasi ke Indonesia, lanjut dia, bisa jadi belum ada yang menanggapi juga.

Fithra melihat, penunjukan wamenlu yang menangani Dunia Arab—penyebutan lain yang dia pakai untuk kawasan Teluk dan Dunia Islam—ini memperlihatkan bahwa strategi Prabowo ke depan adalah forward looking, alias mencari kekuatan besar dunia untuk masuk ke Indonesia, termasuk dari Dunia Arab. 

Dunia Arab, menurut Fithra lebih besar dari Dunia Islam. Karena, kata dia, negara seperti Lebanon tidak semua penduduknya adalah muslim. 

Adapun soal dugaan strategi Prabowo adalah menggaet investor dari luar negeri bisa dibaca juga dari anjangsana yang sudah dilakukan bahkan sebelum Ketua Umum Partai Gerindra itu dilantik menjadi Presiden, baru menjadi Presiden terpilih. 

Menurut Fithra, terobosan Prabowo menunjuk Anis Matta sebagai wamenlu yang khusus membidangi kawasan Teluk ini patut diapresiasi. 

“Belum pernah ada yang begini. Penting sekali untuk eratkan hubungan dengan negara-negara Teluk,” tegas dia. 

Karena, ungkap Fithra, yang selama ini bisa “memanfaatkan” potensi investasi negara-negara Teluk adalah Malaysia. Padahal, kata dia, potensi investasi dari Timur Tengah boleh dibilang berbatas langit alias tidak terbatas. 

“Apakah (di kita) masalahnya faktor diplomasi atau yang lain, (potensi ini) patut dikejar. Tinggal bagaimana kita bisa mengarahkan mereka ke sini,” kata Fithra. 

Dia pun menggambarkan, negara-negara “tradisional” penyumbang investasi bagi Indonesia saat ini cenderung tengah sibuk dengan urusan domestik. Entah itu China, apalagi Amerika Serikat. 

“Mereka banyak masalah domestik. Arah investasi China akan ke domestik ketimbang ke luar, perbaiki dalam negeri dulu. AS pun begitu,” ujar dia. 

Bila penunjukan Anis Matta sebagai wamenlu yang membidangi Dunia Arab ini memang bertema ekonomi, Fithra berpendapat bila memang bisa terwujud maka “easy money” akan ada di genggaman. 

Namun, ada syaratnya. Sejumlah perbaikan tetap dibutuhkan untuk hal itu bisa terwujud. 

“Selain diplomasi yang sudah dijawab dengan penunjukan Anis Matta, (Indonesia) perlu perbaiki infrastruktur syariah juga. (Karena) mereka hanya masuk ke situ. Kita sudah ada tapi belum matang dan belum deep. Fondasi ekonomi syariah harus diperbaiki,” tegas Fithra. 

Menurut Fithra, langkah strategis yang dilakukan Prabowo dengan menunjuk Anis Matta sebagai wamenlu yang membidangi Timur Tengah ini patut menjadi momentum untuk sekaligus memperbaiki sistem keuangan syariah dan ekonomi syariah secara umum. Apakah ini semua juga yang menjadi pemikiran Prabowo? Kita simak saja. 

Sumber

Related posts

Din Syamsuddin: Rusia-Dunia Islam dapat menjadi kekuatan baru

Perkuat Solidaritas Dunia Islam, BAZNAS RI Dorong Pengaktifan Keanggotaan Indonesia di ISF

Paradoks Dunia Islam di Dunia dan Indonesia