Akibat Tidak Punya 3 Hal Ini, Umat Islam Indonesia Kalah Bersaing di Bidang Ekonomi

Kemajuan hidup seringkali berbanding lurus dengan penguasaan ekonomi. Mereka yang kaya dapat mewujud sebagai negara maju atau suatu kelompok yang memiliki pengaruh dalam berbagai keputusan strategis.

Di Indonesia, penguasaan ekonomi tidak diraih oleh umat Islam dan penduduk asli. Tak heran, umat Islam dan penduduk asli sering menjadi kelompok yang kalah dalam persaingan dunia.

Agar umat Islam dan penduduk asli berjaya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas menilai perlunya perubahan mendasar terkait mental melihat dunia dan ekonomi.

“Secara global hari ini umat Islam lebih sibuk mengurusi akhiratnya tapi lupa mengurusi dunianya. Sementara orang lain lebih sibuk mengurusi dunianya tapi lupa mengurusi akhiratnya. Sehingga yang kita lihat hari ini adalah ketimpangan secara global, umat Islam berada di daerah-daerah yang terbelakang dan berkembang, sementara mereka yang ada di daerah maju adalah para pengejar dunia,” ungkapnya.

Dalam Gerakan Subuh Mengaji ‘Aisyiyah Jawa Barat, Ahad (2/1) Anwar Abbas mengutip Surat Al-Qashash ayat ke-77 yang patut menjadi pegangan umat Islam agar di samping mengejar akhirat, tetap tidak lupa untuk mengelola kehidupan dunia.

Mengutip kenangan kisahnya bersama mendiang pebisnis sukses Ir. Ciputra, Anwar Abbas mengaku prihatin dengan keadaan ekonomi umat muslim dan penduduk asli yang tidak lain terjadi akibat diri mereka sendiri.

“Untuk memajukan ekonomi itu tidak mudah karena untuk mencetak pengusaha-pengusaha besar itu diperlukan tiga syarat, sementara penduduk asli dan umat Islam tidak punya,” terang Anwar. Tiga syarat itu antara lain orangtua, lingkungan, dan guru.

Faktor pertama adalah orangtua yang mendorong dan mencetak anak-anaknya untuk menjadi entrepreneur. Penduduk asli dan umat muslim menurut Anwar masih terkungkung pada mental pegawai atau mendorong anak-anaknya menjadi pekerja jasa.

“Kedua, lingkungan kita tidak mendukung. Sehari-hari kita bicara politik, sosial, hukum. Jarang sekali yang bicara ekonomi dan bisnis,” jelas Anwar.

Sementara itu faktor ketiga adalah guru yang berasal dari praktisi bisnis berpengalaman. Bukan hanya mereka yang hanya mengetahui teori namun tidak pernah praktek di lapangan.

Dari kenangannya bersama Ir. Ciputra itu, Anwar Abbas berharap Muhammadiyah menjadi pelopor kemajuan umat Islam dan penduduk asli dengan mempersiapkan tiga faktor di atas secara integratif lewat berbagai lembaga yang dimilikinya. Terutama lewat pembiasaan dan iklim yang kondusif.

“Karena kalau diajarkan sedini mungkin maka business mentality itu bisa terhunjam dalam lubuk hati mereka. Oleh karena itu saya punya ide bagaimana di kalangan penduduk asli, umat Islam, terutama Muhammadiyah, kita bisa memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan untuk menghasilkan entrepreneur kalau bisa dari SD, atau bahkan TK,” pungkasnya.

Sumber

Related posts

Perkuat Solidaritas Dunia Islam, BAZNAS RI Dorong Pengaktifan Keanggotaan Indonesia di ISF

Paradoks Dunia Islam di Dunia dan Indonesia

Erick optimis BSI bisa di posisi ke-6 bank syariah di dunia