Home » Kapitalisasi ASEAN : Singapura Gencar, Indonesia Sedang-sedang Saja

Kapitalisasi ASEAN : Singapura Gencar, Indonesia Sedang-sedang Saja

by Diah Harum
56 views 5 minutes read



AKARTA, KOMPAS – Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dalam perjalanannya selama 56 tahun telah bertransformasi menjadi blok ekonomi yang terus berkembang dan menjanjikan prospek positif. Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk bisa memanfaatkannya secara optimal.

”ASEAN harus bisa menjadi epicentrum of growth yang memberikan manfaat yang lebih bagi rakyat di kawasan dan dunia. ASEAN memiliki aset kuat untuk itu: pertumbuhan ekonomi, bonus demografi, dan kepercayaan dunia terhadap ASEAN sebagai kawasan dengan kesempatan ekonomi terbaik,” kata Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-56 ASEAN di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Momentum positif tersebut, menurut Presiden, wajib dimanfaatkan oleh masyarakat ASEAN untuk menjadikan blok ekonomi ini sebagai masa depan dunia. ”Sebagai ketua (2023), Indonesia ingin meletakkan fondasi yang kuat bagi ASEAN sehingga ASEAN mampu menghadapi tantangan, tanggap terhadap dinamika, dan tetap memegang peran sentral,” kata Presiden.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn mengatakan, jalur mewujudkan peranan ASEAN di dalam tataran global tidak saja melalui politik, tetapi juga ekonomi. Total penduduk ASEAN sebanyak 670 juta warga dengan pendapatan domestik bruto mencapai 3,7 triliun dollar AS.

”Pada 2030, ASEAN akan menjadi perekonomian nomor empat terbesar di dunia. Kepercayaan negara-negara lain ataupun organisasi internasional berinvestasi di ASEAN ialah karena kawasan ini selalu stabil,” tutur Kao.

Presiden Joko Widodo bersama Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn dan Menteri Luar Negeri Retno P Marsudi berfoto bersama pelajar dari Sekolah Perkumpulan Mandiri Jakarta saat peringatan HUT ke-56 ASEAN di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Menjanjikan

ASEAN menjadi salah satu kawasan yang dianggap menjanjikan. Salah satu indikatornya adalah arus investasi dan nilai perdagangan yang terus tumbuh. Mengutip Laporan Investasi ASEAN 2022, ASEAN tetap menjadi penerima investasi asing teratas di antara kawasan berkembang lainnya. Pada 2021, ASEAN di peringkat kedua setelah China.

Porsi arus masuk investasi asing dibanding global juga terus meningkat. Rata-rata tahunan sebesar 7 persen pada 2011-2017. Angkanya naik menjadi 11 persen pada 2018-2019. Pada 2020-2021, naik lagi menjadi 12 persen.

Nilai perdagangan barang ASEAN juga terus meningkat. Berdasarkan Buku Tahunan Statistik ASEAN 2022, nilai perdagangan barang ASEAN meningkat 30 persen, dari 2,8 triliun dollar AS pada 2017 menjadi 3,3 triliun dollar AS pada 2021.

Baca juga : Melalui Kolaborasi Ekonomi, ASEAN Jinakkan Konflik Negara-negara Adikuasa

Dalam profil itu, capaian Indonesia belum optimal. Dari total nilai perdagangan barang pada 2021, Indonesia berada di peringkat ke-5 setelah Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Dari nilai perdagangan barang intra-ASEAN, Indonesia di peringkat ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dari nilai perdagangan barang ekstra-ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-5 setelah Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Hal ini sejalan dengan realisasi investasi asing. Indonesia berada di peringkat ke-2 setelah Singapura dari sisi nilai realisasi investasi asing. Namun, jika produk domestik bruto dimasukkan sebagai variabel, Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.

Perkembangan nilai perdagangan barang intra dan inter ASEAN pada 2008-2021.
SUMBER: SEKRETARIAT ASEANPerkembangan nilai perdagangan barang intra dan inter ASEAN pada 2008-2021.

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jose Rizal Damuri, berpendapat, ASEAN sudah memberikan manfaat banyak kepada Indonesia. Manfaat paling dasar adalah stabilitas kawasan sebagai prasyarat pembangunan ekonomi dan integrasi ekonomi.

”Tetapi mungkin manfaat bagi Indonesia belum optimal karena kita sendiri belum banyak take the lead atau berinisiatif di ASEAN. Ini tidak hanya merujuk ke pemerintah tetapi juga ke dunia usaha, sektor swasta,” kata Rizal.

Adalah Singapura, menurut Rizal, yang banyak berinisiatif di bidang ekonomi. Bahkan dalam hal Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), Indonesia sebenarnya merupakan negara yang menginisiasinya. Namun yang paling gencar memanfaatkannya justru Singapura, Vietnam, dan China.

Baca juga : Indonesia Bukan Primadona Investasi China di ASEAN

”Kenapa itu bisa terjadi, kemungkinan ada gap besar antara dunia usaha dan pemerintah. Faktor kementerian dan lembaga belum yang terkoordinasi baik juga jadi faktornya,” kata Rizal.

Selain itu, Rizal menekankan, Indonesia harus membuka diri dan berani untuk bersaing. Berkompetisi di ASEAN adalah langkah awal untuk bersaing di kancah global.

Warga tampak mengambil foto di dekat patung Merlion dengan latar belakang gedung-gedung perkantoran di kawasan Marina Bay, Singapura, 30 Juni 2020.
AP/YONG TECK LIMWarga tampak mengambil foto di dekat patung Merlion dengan latar belakang gedung-gedung perkantoran di kawasan Marina Bay, Singapura, 30 Juni 2020.

Berani kompetisi

”Kalau di ASEAN saja kita takut berkompetisi, bagaimana kita mampu berkompetisi di global. Antara daya saing dan persaingan itu selalu bergandengan. Tidak mungkin kita bisa punya daya saing baik kalau kita tidak berkompetisi. Ketakutan untuk berkompetisi inilah yang menyebabkan kita tidak kompetitif,” kata Rizal.

Presiden, Rizal menekankan, harus memimpin langsung strategi dan eksekusi Indonesia dalam memanfaatkan ASEAN. ”Tidak hanya retorika tetapi lebih konkret. Tidak hanya seremonial,” katanya. Untuk itu, Indonesia harus memimpin, tidak hanya di tingkat pemerintah tetapi juga dunia usaha.

Baca juga : Transformasi Digital Berpotensi Tingkatkan Nilai UMKM ASEAN

Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan menilai, Indonesia sebenarnya mempunyai banyak potensi untuk memanfaatkan ASEAN sebagai pasar ataupun mitra dagang. Indonesia juga unggul dalam hal sumber daya alam berlimpah serta populasi besar.

Namun, Indonesia kerap kalah langkah dari negara-negara tetangga di ASEAN karena kebijakan industri dan perdagangan yang tidak konsisten serta berkelanjutan. ”Kita bukan kalah bersaing, melainkan tidak konsisten. Hilirisasi, misalnya, kita seharusnya melakukannya dari dulu,” kata Johnny.https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/L29gg2gE480iCNe_v3-zKU-qhrM=/1024x1258/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F08%2F05fcfcd8-54fe-4414-8ccc-73a53387562f_png.png

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Shinta W Kamdani menilai, posisi ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan hanya bisa dimanfaatkan Indonesia jika Indonesia memiliki iklim usaha dan investasi yang kompetitif di kawasan.

Jika pelaku usaha Indonesia tidak dibekali dengan daya saing yang baik, ASEAN hanya akan menjadi episentrum pertumbuhan yang bermanfaat untuk negara-negara ASEAN lain selain Indonesia. ”Jadi, kunci utamanya ada pada peningkatan daya saing iklim usaha dan investasi nasional yang dilakukan terus-menerus,” katanya.

Shinta menambahkan, selain memperkuat daya saing, perlu lebih banyak pula sosialisasi dan edukasi mengenai pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) antara Indonesia, ASEAN dan negara rekanan ASEAN seperti dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).

Menurutnya, semua sektor usaha sebenarnya berpotensi diuntungkan dengan posisi ASEAN yang berpengaruh. Namun, jika tidak terinformasi dengan baik, pelaku usaha bisa gagal memanfaatkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan.

“Ini bisa terjadi kalau kita inward looking, tidak mau terbuka mengeksplorasi potensi pasar ASEAN dan hanya fokus pada pasar domestik saja,” katanya.

Sumber : Kompas

You may also like