Jakarta, CNBC Indonesia – Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) direncanakan peresmiannya dilaksanakan hari ini (2/10/2023). Mega proyek buatan China ini kerap menuai kontraversi dari berbagai kalangan.
Permasalahan KCJB sudah terlihat sejak awal pembuatan yang tidak sesuai dengan waktu awal perencanaan yang awalnya ditargetkan rampung pada 2019, namun nyatanya baru dapat diresmikan empat tahun setelahnya.
Masalah pendanaan, pandemi covid-19 yang menghambat progress, hambatan teknis konstruksi, hingga pembengkakan biaya dan utang turut memanaskan perkembangan proyek kereta cepat ini. Di sisi lain, kereta buatan China telah lebih dulu dibuat di Laos pada 2016 dan resmi beroperasi pada 3 Desember 2021. Lantas, siapa yang lebih cepat?
Pada awal Desember 2021, Laos mengresmikan jalur kereta api Boten-Vientiane, proyek senilai US$ 6 miliar yang didukung oleh China sebagai bagian dari Belt and Road Initiative (BRI). Jalur kereta api ini membentang sepanjang 414 km dari ibu kota Vientiane hingga kota Boten di perbatasan Laos-Tiongkok.
Proyek ini memiliki dampak signifikan pada konektivitas regional dan ekonomi Laos. Sebelumnya, perjalanan dari Vientiane ke perbatasan China memakan waktu 15 jam dengan kendaraan berbasis roda, tetapi dengan jalur kereta api baru ini, waktu perjalanan berkurang drastis menjadi kurang dari empat jam. Ini akan mengubah dinamika perdagangan dan pariwisata antara kedua negara.
Jalur kereta ini juga menghubungkan Boten ke utara sekitar 595 km, akhirnya mencapai Kunming, ibu kota provinsi Yunnan di China. Ini memungkinkan akses yang lebih cepat ke pasar China yang besar dan dapat menarik lebih banyak investasi asing serta wisatawan ke Laos. Biaya logistik dari Vientiane ke Kunming juga diharapkan turun sekitar 40% hingga 50%, memperkuat daya saing ekonomi Laos.
Kereta semi cepat ini menggunakan teknologi EMU dengan spesifikasi kereta CR200J dari China Railway Corporation. Meskipun tidak secepat seri Fuxing lainnya, seperti CR400AF yang dimiliki Indonesia, kereta ini tetap mengurangi waktu perjalanan sebanyak 11 jam, dari semula 15 jam perjalanan.
Masalah Pendanaan
Tahun 2021 lalu konsorsium Indonesia yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN, tidak bisa menyetorkan setoran ekuitas ke dalam proyek. Sehingga pemerintah memutuskan menyuntik Penyertaan Modal Negara kepada PT KAI sebagai pemimpin konsorsium menggantikan Wijaya Karya.
Pandemi Covid-19 Turut Mengganggu Jalannya Proyek
Dalam catatan CNBC Indonesia, pada 1 Juni 2021 – 1 Febaruari 2022 total ada 491 orang pekerja konstruksi yang diidentifikasi positif. Sehingga pengerjaan proyek kerat terhambat.
Saat itu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan proyek tersebut tertunda hingga waktu yang belum ditentukan, karena saat ini masih belum ada kegiatan pembangunan lanjutan.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengungkapkan bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa terus dikerjakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. Namun sayang, proyek nyatanya harus tertunda sampai kondisi saat itu benar-benar membaik.
Ternyata, ada kendala geologi dan clayshale di terowongan 2, 4, dan 6. Sehingga penyelesaian ekskavasi harusnya Agustus 2021 menjadi April 2022.
Selain itu relokasi SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) di beberapa titik menemui kendala. Karena ada penolakan dari warga sekitar. Meski dalam penyelesaian di pengadilan warga akhirnya sudah menerima konsiyasi yang dilakukan.
Selain itu ada pekerjaan timbunan dari preloading dan subgrade juga molor. Di mana dijadwalkan selesai Juli 2021, namun karena beberapa kendala eksternal maka penyelesaiannya baru bisa dilakukan pada Agustus 2022.
Pembengkakan Biaya Hingga Utang Terhadap China
Untuk diketahui, proyek tersebut melibatkan China lewat konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Kongsi itu bertanggung jawab terhadap pembangunan kereta cepat hingga pengoperasiannya.
Biaya pembangunan tiba-tiba disebut membengkak di tengah progress pembangunan yang terus menerus mundur dari targetnya. Maka dari itu, biaya proyek yang kian meningkat secara masih dari rencana anggaran awal turut menjadi tajuk utama di masyarakat.
Sejatinya sejak awal proyek berjalan, bengkak biaya memang tak cuma terjadi sekali. Menurut penelusuran CNBC Indonesia, awalnya kereta cepat dibangun dengan investasi cuma US$ 5,5 miliar dalam kurs Rp 85,8 triliun.
Jumlah terakhir sebesar US$ 6,07 miliar itu kemungkinan bisa bertambah besar. Pasalnya, cost overrun kembali ditemukan di proyek kereta cepat yang membentang sepanjang 142 kilometer itu. Hal ini diungkapkan pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu pemegang saham KCIC bulan September 2021 dalam rapat kerja dengan DPR.
Perhitungan bengkak kereta cepat pun langsung dilakukan dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Setidaknya ada dua kali asersi perhitungan yang dilakukan BPKP soal bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Berdasarkan data terbaru yang dihimpun Tim Riset, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim bunga pinjaman ke China Development Bank (CDB) untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung turun dari 4% jadi 3,4%.
“Kemarin itu mereka mau turun dari 4% bunganya, di bawah itu, tapi kita mau angkanya rendah lagi. Offer-nya pertama 3,4% dari awalnya 4%, tapi Kami mau kalau bisa rendah lagi,” ungkap Luhut dalam konferensi pers di kantornya, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023) dalam Catatan CNBC Indonesia.
Luhut mengklaim bahwa angka ini sudah sangat murah dibandingkan suku bunga pinjaman di tempat lain yang mencapai 6%. Negosiasi masih dilakukan, setidaknya sampai pekan depan. Namun, bila bunga 3,4% disepakati, Luhut menilai tidak seperti mimpi buruk yang dibayangkan kalangan masyarakat Indonesia sebelumnya.
Tapi kalau kita membandingkannya dengan pinjaman di awal proyek memang bunga ini mengecewakan. Saat awal proyek 2016 lalu, Rini Soemarno yang menjabat Menteri BUMN kala itu mengatakan pembangunan kereta cepat harus memenuhi dua syarat.
Pada saat itu skema pembiayaannya adalah utang selama 40 tahun dengan bunga fixed 2% dari China Development Bank (CDB). CDB akan memberikan pinjaman sebesar 75% dari nilai proyek. Diperkirakan biaya pembangunan kereta cepat membutuhkan dana Rp 70-80 triliun.
Namun rencana tetaplah rencana, kini hutang tersebut berbunga meskipun dengan negosiasi bunga utang tersebut tak seburuk yang dipikirkan.
Selain membawa kabar soal bunga, ada kesepakatan lain antara pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan dengan Pemerintah China Luhut mengungkapkan kalau proyek Kereta Cepat akan segera dioperasikan pada Agustus 2023 ini.
Maka dalam kesempatan tersebut, Luhut juga mengungkapkan kalau kedua negara menyepakati cost overrun bengkak US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 17,89 triliun.
“Tim teknis dari kedua negara telah menyepakati cost overrunse besar US$ 1,2 miliar (Rp 17,89 triliun),” ujarnya.
Menurut Luhut, angka itu bersumber dari audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan auditor Pemerintah RRC.
Source : CNBC Indonesia