Home » Pimpinan ASEAN Masih Bahas Bisnis Inklusif, Karang Taruna DIY Sudah Praktik Lama

Pimpinan ASEAN Masih Bahas Bisnis Inklusif, Karang Taruna DIY Sudah Praktik Lama

by Ratih Wening
21 views 2 minutes read



Sekretaris Jenderal (Sekjen) Karang Taruna Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lisa Lindawati, mengatakan bahwa karang taruna yang ada di tiap kalurahan di DIY, sudah melakukan banyak sekali inovasi, khususnya di bidang kewirausahaan sosial atau sociopreneurship.

Sociopreneurship adalah kegiatan bisnis atau kewirausahaan yang tidak semata-mata menjadikan profit sebagai tujuan utama, tapi juga menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan. Dengan begitu, kewirausahaan sosial ini menjadi salah satu bentuk dari bisnis inklusif.

Saat menghadiri acara Kementerian Koperasi dan UMKM dalam acara ASEAN Summit, isu terkait bisnis inklusif menurutnya banyak dibahas oleh para pimpinan ASEAN.

“Sekarang itu beberapa petinggi di level ASEAN sedang concern bagaimana mengembangkan bisnis yang lebih inklusif, artinya bisnis yang kemudian bisa mendistribusikan kesejahteraan ke masyarakat yang lebih luas,” kata Lisa Lindawati setelah acara Pekan Inovasi Sosial Karang Taruna DIY di Creative Hub Fisipol UGM, Selasa (3/10).

Sekjen Karang Taruna DIY, Lisa Lindawati. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Sekjen Karang Taruna DIY, Lisa Lindawati. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja

Prinsipnya, bisnis inklusif ini adalah bisnis yang mendorong ekosistem yang lebih berkelanjutan dengan mengoptimalkan adanya dampak bagi masyarakat. Model bisnis ini menjadikan misi sosial sebagai tumpuannya, dengan tujuan menyelesaikan berbagai masalah di tengah masyarakat.

“Ini menjadi salah satu counter, selama ini bisnis dijalankan dengan prinsip-prinsip yang lebih kapitalistik di mana keuntungan hanya diperoleh oleh sekelompok orang saja,” ujarnya.

Model bisnis ini sebenarnya bukan hal asing di Indonesia, termasuk bagi kelompok-kelompok karang taruna di DIY. Banyak karang taruna di DIY yang melakukan praktik bisnis inklusif atau kewirausahaan sosial, hanya saja mereka belum menamai kegiatan usaha tersebut sebagai kewirausahaan sosial.

“Jadi sebenarnya kewirausahaan sosial ini bukan hal baru bagi teman-teman karang taruna, hanya saja selama ini kan mereka nggak punya labelnya, padahal sebenarnya praktik-praktik itu sudah sangat jamak di DIY, dan itu sudah banyak dilakukan di berbagai kalurahan-kalurahan di lima kabupaten dan kota,” jelas Lisa.

Kegiatan bootcamp karang taruna se-DIY dalam acara Pekan Inovasi Sosial Karang Taruna DIY di Creative Hub FISIPOL UGM, Selasa (3/10). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Kegiatan bootcamp karang taruna se-DIY dalam acara Pekan Inovasi Sosial Karang Taruna DIY di Creative Hub FISIPOL UGM, Selasa (3/10). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja

Dalam kegiatan Pekan Inovasi Sosial yang sedang digelar Karang Taruna DIY misalnya. Total ada 100 lebih karang taruna yang mendaftarkan program atau kegiatan mereka di kalurahannya masing-masing.

ADVERTISEMENT

Kegiatan tersebut kemudian diselesaikan menjadi 20 besar untuk mengikuti bootcamp atau pendampingan di Creative Hub Fisipol UGM pada Selasa (3/10). Merek diberikan pembekalan bagaimana mengelola usahanya supaya bisa lebih optimal dan memberikan dampak yang lebih besar.

Program karang taruna yang lolos mengikuti bootcamp Pekan Inovasi Sosial juga menekuni sejumlah bidang yang beragam, mulai dari peningkatan ekonomi, pelestarian budaya, kebersihan lingkungan, sampai penyediaan mobil khusus untuk melayani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Gunungkidul untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

10 karang taruna dengan program terbaik nantinya akan melakukan presentasi atau pitching pada 14 Oktober mendatang dan berkesempatan untuk mendapatkan pendanaan dan pembinaan lebih lanjut.

“Yang menjadi penilaian utama bukanlah seberapa besar keuntungan mereka, tapi seberapa besar dampak yang mereka berikan untuk masyarakat di sekitarnya,” kata Lisa Lindawati.

Source : Kumparan

You may also like