ASEAN Free Trade Agreement atau yang disingkat AFTA merupakan suatu kerjasama dalam sektor perekonomian di kawasan ASEAN. AFTA diresmikan di Singapura pada tanggal 28 Januari 1992, yang pada saat itu ASEAN masih beranggotakan enam negara, yaitu Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Brunei Darussalam.
AFTA dibentuk dan diresmikan oleh negara anggota ASEAN memiliki tujuan untuk menyikapi perkembangan ekonomi dunia yang tidak stabil pada tahun 1980-an, yang diakibatkan oleh perubahan yang sangat cepat yang menimbulkan ketidakpastian internasional kala itu.
AFTA juga dibentuk dilatarbelakangi oleh perkembangan ekonomi setiap negara anggota ASEAN kala itu. Namun, perkembangan ekonomi ini tentunya tidak akan berdampak lebih jauh terhadap kerjasama antar sesama anggota ASEAN.
Oleh karena itu, diperlukannya suatu wadah untuk secara bersama-sama dapat memajukan perekonomian di kawasan ASEAN. Dan juga, kawasan ASEAN memerlukan suatu persatuan untuk menaikkan daya saing dalam hal ekonomi terhadap negara-negara selain negara anggota ASEAN.
Dapat dikatakan tujuan lain dari dibentuknya AFTA adalah upaya negara-negara anggota ASEAN guna menarik investor asing untuk menanam saham dan berinvestasi di kawasan ASEAN.
Dengan adanya AFTA, diupayakan untuk memajukan ASEAN sebagai pusat ekonomi pasar dunia, dengan bertujuan yang bersifat strategis untuk meningkatkan keunggulan negara anggota ASEAN sebagai sebuah kawasan ataupun pasar tunggal dan unit produksi tunggal.
AFTA memiliki beberapa tujuan bagi keberlangsungan negara anggotanya, beberapa diantaranya adalah:
Memajukan kemampuan daya saing negara anggota ASEAN sebagai suatu basis produksi produk di pasar internasional, dengan dilakukannya penghapusan pajak atau hambatan tarif serta non-tarif, di negara anggota ASEAN,
Meningkatkan keunggulan kompetitif sebagai suatu basis produksi di pasar dunia,
Efisiensi produksi dalam upaya guna meningkatkan daya saing perekonomian negara anggota ASEAN dalam jangka waktu yang panjang,
Dilakukannya ekspansi perdagangan ekonomi antar kawasan, guna memberikan para konsumen di negara anggota ASEAN pilihan produk yang lebih banyak dan lebih berkualitas.
AFTA memiliki banyak manfaat khususnya dalam sektor perekonomian negara anggotanya. Beberapa diantaranya adalah, menciptakan peluang ekspor negara anggotanya, menarik investor asing untuk berinvestasi di negara kawasan ASEAN, menciptakan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah, serta mampu menaikkan daya saing dalam sektor produksi.
AFTA sebagai sebuah kesepakatan/perjanjian yang dibuat oleh negara anggota ASEAN, memiliki sebuah skema untuk mewujudkan agar pemajuan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara anggota ASEAN menjadi lebih cepat untuk diwujudkan, skemanya yaitu berupak “Common Effective Preferential Tarrifs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA).
Skema yang dibuat oleh AFTA ini diwujudkan dengan melakukan penurunan tarif diantara 0% sampai dengan 5%, dihapuskannya pembatasan yang bersifat kuantitatif, dan juga hambatan tarif dan non-tarif lainnya.
Lalu juga dibuatnya sebuah kesepakatan guna menghapus bea cukai impor barang secara keseluruhan di enam negara anggota ASEAN, diantaranya adalah Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam pada tahun 2010 lalu. Sementara itu bagi Laos, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja kebijakan itu baru direalisasikan pada tahun 2015 silam.
Namun tidak seluruh produk dapat lolos dari skema CEPT-AFTA, produk yang tidak lolos dari kualifikasi skema CEPT-AFTA tersebut disebut sebagai produk “general exception”, yaitu sebuah produk yang secara permanen tidak dapat dan tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA.
Hal ini dilakukan karena memiliki beberapa alasan yang dapat dimaklumi, beberapa diantaranya adalah alasan keamanan nasional, kesehatan, atau keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan juga bertujuan untuk melestarikan objek budaya dan arkeologis yang bernilai historis.
Bagi Indonesia sendiri terdapat beberapa produk yang dikategorikan kedalam “general exception”, beberapa diantaranya adalah kelompok amunisi dan senjata, minuman beralkohol, dan juga lainnya dengan total sebanyak 68 pos tarif yang ditetapkan sebagai “general exception”.
Namun disamping segala tujuan, manfaat dan keuntungannya, program AFTA ini juga memiliki beberapa hambatan yang membuat pelaksanaannya terganggu. Beberapa diantaranya adalah:
Terdapat kondisi yang tidak stabil dalam negara anggota ASEAN, yang menjadikan negara yang akan melakukan kegiatan ekspor produknya ke negara yang sedang tidak stabil tersebut menjadi enggan untuk melanjutkan kerjasamanya.
Adanya persaingan bahan-bahan komoditas ekspor dan impor dari negara anggota ASEAN itu sendiri, persaingan yang terjadi ini dapat menyebabkan industri berskala kecil di dalam negeri menjadi gulung tikar, karena tidak mampu untuk bersaing dengan komoditas-komoditas dari luar negeri yang lebih murah dan berkualitas.
Lalu, terdapat perbedaan tingkat ekonomi pada setiap negara anggota ASEAN, hal ini tentunya akan menimbulkan suatu kendala bagi sesama negara anggota ASEAN dalam melakukan kegiatan kerjasama ekspor dan impor.
Negara-negara anggota ASEAN melakukan proteksi terhadap produk-produk dalam negerinya, hal tersebut tentu saja menjadikan produk-produk dari negara anggota ASEAN lainnya akan sulit untuk menyesuaikan dan menentukan harga pasar yang ada di negara yang melakukan proteksi produk dalam negeri tersebut.
Sumber : Kompasiana