Jakarta, CNBC Indonesia – Minat masyarakat dari belahan dunia untuk melakukan perjalanan liburan mulai redup. Harapan adanya kebangkitan industri pariwisata yang didorong revenge travel pun menguap dengan cepat.
Sebuah laporan terbaru dari perusahaan riset Morning Consult menunjukkan bahwa niat bepergian meningkat di beberapa negara, namun cenderung datar atau menurun di negara lain, terutama di Eropa.Niat untuk bepergian turun 11 poin persentase di Prancis dan enam poin persentase di Jerman sejak tahun 2022, menurut laporan “The State of Travel & Hospitality” dari Morning Consult yang diterbitkan pada September.Minat untuk bepergian juga menurun di Kanada dan Rusia (masing-masing turun 4 poin persentase), menurut survei tersebut.Foto: cnbc international
Meski data menunjukkan turunnya minat masyarakat dunia untuk melakukan aktivitas perjalanan liburan, namun hal ini tidak berarti bahwa jumlah perjalanan akan kembali menurun secara signifikan.Sebagian besar hal ini berkaitan dengan perekonomian dan inflasi yang telah menggerogoti tabungan konsumen pada tahun lalu dan menyebabkan mereka memprioritaskan kembali cara mereka membelanjakan uangnya.Masuknya wisatawan Amerika Utara selama musim panas mendorong harga lebih tinggi, sehingga membuat perjalanan menjadi lebih mahal bagi orang Eropa. Secara keseluruhan, hal ini menggambarkan pandangan perjalanan yang lebih pesimis dibandingkan wilayah lainPermintaan yang kini terpendam diperkirakan akan membuat travelling memiliki daya tahan yang lebih besar di Asia-Pasifik, karena pembatasan perbatasan akibat Covid-19 diberlakukan lebih lama dibandingkan wilayah lain di dunia.Namun, laporan terbaru dari firma penasihat ekonomi Oxford Economics mengatakan, “perjalanan balas dendam atau revenge travel jangka pendek kemungkinan akan memudar di wilayah tersebut.”Permintaan yang terpendam selama pembatasan mobilitas memicu banyaknya perjalanan di Asia-Pasifik pada semester pertama 2023. Namun, sejak saat itu, tren tersebut mulai berbalik arah. Penurunan terjadi pada jumlah pengunjung warga Singapura ke Malaysia menyusul lonjakan pada akhir 2022.”Kami memperkirakan dinamika serupa akan terjadi di wilayah lain, meski tidak terlalu terasa, seiring dengan mulai meredanya aktivitas perjalanan jarak pendek,” menurut laporan tersebut.Laporan tersebut menyebutkan kedatangan wisatawan dari belahan dunia lain, terutama Amerika Serikat dan Eropa, kemungkinan besar juga akan berkurang, karena efek tertunda dari pengetatan kebijakan moneter berdampak buruk pada dompet wisatawan.Adapun, laporan Morning Consult menunjukkan niat bepergian meningkat di beberapa tempat, yaitu di China, Meksiko, dan Jepang.Namun, antusiasme masyarakat Jepang untuk berwisata masih terbatas, dengan hanya 53% responden yang mengatakan bahwa mereka berencana melakukan perjalanan wisata dalam 12 bulan ke depan, jumlah terendah dari 15 negara yang disurvei.Perjalanan wisata sedang booming di China. Saat negara ini merayakan liburan “Minggu Emas”, pemesanan domestik meningkat hampir enam kali lipat dan pemesanan keluar lebih dari 20 kali lipat dari tahun ke tahun, menurut agen perjalanan China Fliggy.Namun tingkat semangat ini mungkin tidak akan bertahan lama, menurut Oxford Economics.”Konsumen China dengan cepat kehilangan semangat mereka setelah lonjakan belanja yang terjadi setelah pembukaan (perbatasan) kembali (Desember). Pengangguran yang tinggi, dampak negatif kekayaan dari sektor properti yang bermasalah, dan pertumbuhan upah yang lemah tidak menjadi latar belakang yang kuat untuk melakukan liburan ke luar negeri,” tambah Oxford.Laporan tersebut mencatat risiko bahwa semakin lama wisatawan China melakukan perjalanan domestik, maka perubahan permanen dalam preferensi perjalanan dapat terjadi di antara populasi yang menganggap perjalanan internasional telah kehilangan daya tariknya sebagai simbol status.
Source : CNBC Indonesia