Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong negara ASEAN bekerja sama mengantisipasi krisis pangan akibat perubahan iklim. Utamanya komitmen mengedepankan komitmen kebijakan terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.
Hal ini diungkapkan Dwikorita dalam acara Federation of ASEAN Economist Association (FAEA 46) Conference di Yogyakarta, Jumat (17/11/2023).
“Perubahan iklim yang terjadi saat ini membawa dampak serius bagi perekonomian seluruh negara, tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ketahanan pangan. Apabila situasi ini terus dibiarkan, maka Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi tahun 2050 mendatang dunia akan menghadapi krisis pangan,” ungkap Dwikorita
Ia menjelaskan berdasarkan catatan World Meteorological Organization (WMO), tahun 2023 menjadi tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana heatwave (gelombang panas) terjadi banyak tempat secara bersamaan.
Sementara itu, kata dia, Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas. Realitas perubahan iklim tersebut, menjadikan tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016 dan tahun 2022.
“Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Dwikorita menyampaikan bahwa ancaman krisis pangan pada akhirnya juga akan merembet dan berdampak pada krisis lainnya termasuk ekonomi dan politik sehingga mengganggu stabilitas dan keamanan negara.
Oleh karena itu, kata dia, sebelum terlambat maka berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan. Diantaranya, dengan perubahan gaya hidup dan mengedepankan pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan.
Untuk diketahui FAEA Conference ke 46 konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh Federasi Asosiasi Ekonom ASEAN (FAEA) sebuah organisasi profesional beranggotakan asosiasi ekonom dari 7 negara, di antaranya 5 negara ASEAN ditambah Vietnam dan Kamboja. Acara tersebut dihadiri oleh 200 peserta ekonom baik yang berlatar belakang akademisi, bisnis, maupun pemerintahan, praktisi, pembuat kebijakan, dan mahasiswa dari negara-negara anggota ASEAN dan mitra lainnya.
Dalam forum itu dibahas berbagai isu ekonomi yang relevan dengan kawasan ASEAN, sekaligus meningkatkan kerja sama dan pertukaran ilmiah antar para ekonomi hingga pebisnis.
Sumber : CNBC Indonesia