Perang Rusia dan Ukraina ternyata berdampak pada industri pupuk di Indonesia. Ternyata impor pupuk dan bahan baku terganggu dengan perang yang sudah berlangsung lebih dari setahun itu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengatakan impor keduanya banyak dari Rusia dan juga Ukraina.
“Akan tetapi, kita semua harus tahu juga, bahwa tempat bahan baku maupun produksi pupuk ini adalah Rusia dan Ukraina yang sedang berperang. Ini problem yang dihadapi semua negara di dunia,” sebut Jokowi seperti dikutip, Selasa (14/3/2023).
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengungkap masalah lain pupuk Indonesia. Jenis NPK khususnya disebut dijual dalam harga tinggi dan stoknya langka.
Jokowi menjelaskan kebutuhan pupuk nasional sebanyak 13 juta ton. Dari jumlah itu, Indonesia hanya bisa memproduksi 26% saja atau sekitar 3,5 juta ton. Beberapa waktu lalu, terdapat tambahan dari Pupuk Iskandar Muda 570 ribu ton dan impor pupuk sebanyak 6,3 juta ton atau 74%.
Sementara itu, SVP Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan kenaikan harga dan kelangkaan pupuk utama jenis NPK telah terjadi dalam setahun terakhir. Kenaikannya akibat perang Rusia dan Ukraina.
“Pupuk NPK unik, harganya dalam setahun terakhir mahal, semua jenis pupuk lagi mahal, terutama NPK, dan kenapa harga NPK mahal? karena dampak perang Rusia-Ukraina, sekitar 30-an persen kebutuhan dari sana,” ungkapnya.
Di Indonesia sendiri, produksi NPK masih minim yakni 3,5 uta ton dibandingkan kebutuhan nasional 8,6 juta ton. Sebagian besar diproduksi oleh Pupuk Indonesia Group, jadi sisa 6,3 juta ton atau 74% harus diimpor.
Minimnya produksi NPK dalam negeri karena Indonesia kekurangan fosfor dan kalium jadi tidak bisa produksi sendiri. Sedangkan bahan baku urea yakni nitrogen di dalam negeri memiliki sumber daya yang cukup melimpah.”Di Indonesia fosfor kalium kecil, jadi gak bisa penuhi kebutuhan nasional. Impornya Fosfor mayoritas negara Timteng, China. Sedangkan Kalium yang jenis pupuknya KCL potasium 30% kebutuhan dunia dari Rusia dan Belarusia. Selama perang 1/3 kebutuhan dunia hilang, otomatis harga gila-gilaan,” kata Wijaya.
Pupuk Indonesia juga mencari sumber bahan baku lain untuk memenuhi kebutuhan Fosfor dan Kalium. Yakni dengan bekerja sama dengan sejumlah perusahaan selain dari Rusia, yakni Laos, Mesir hingga Kanada.
“KCL impor 800 ribu ton, Fosfor 400 ribu ton dari Timteng seperti Jordania, Mesir. Kebutuhan bahan baku sampai akhir tahun safe relatif aman gak terpengaruh perang itu, hanya harga tinggi,” sebut Wijaya.
Sumber : CNBC