Home » Curhat Penulis Indonesia di Forum ASEAN-KOREA Innovative Culture 2023: Budaya Populer Indonesia Masih Disisihkan

Curhat Penulis Indonesia di Forum ASEAN-KOREA Innovative Culture 2023: Budaya Populer Indonesia Masih Disisihkan

by Rara Utama
149 views 4 minutes read


Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea bersama dengan ASEAN-KOREA Partnership Project for Innovative Culture, serta Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), mengadakan acara menarik yang memfokuskan pada budaya dan industri kreatif Asia Tenggara dan Korea Selatan.

Dengan kerjasama bersama IndoArtNow, gelaran ini mencakup rangkaian diskusi forum dan pameran seni. Bagian dari rangkaian tersebut adalah ASEAN-KOREA Innovative Culture Forum yang bertajuk “PERSEVERANCE: CREATIVITY ON THE BORDER,” yang berlangsung dari 15–16 November 2023 di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Forum ini dihadiri dan diresmikan oleh Kilhwa Jung, Presiden dari KOFICE.

Dalam forum ini, penyelenggara merancang enam sesi diskusi yang terbagi dalam dua hari. Pada hari pertama, terdapat tiga sesi diskusi, salah satunya membahas topik menarik, yaitu “Perbatasan: Dampak Kolaborasi Lintas Batas pada Industri Kreatif.”

Selama sesi diskusi tersebut, Dhianita Kusuma Pertiwi, Tenaga Ahli Penulis Pidato – Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi dan Media, sekaligus penulis buku, menyuarakan keresahannya mengenai popular culture atau budaya populer di Indonesia yang sering diabaikan. Dhianita merasa bahwa hal ini dapat menjadi penyebab budaya Indonesia menghadapi persaingan yang ketat dengan negara lain.

“Di Korea Selatan, mereka sangat memperhatikan popular culture, bagaimana cara mempromosikannya ke luar negeri, dan sebagainya. Tapi, budaya populer disini (Indonesia) masih agak terabaikan. Mungkin hal seperti itu perlu menjadi perhatian selanjutnya,” ungkapnya saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu, 15 November 2023.

Dalam menyuarakan pentingnya mengangkat budaya populer, Dhianita meyakini bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal-hal kecil, baik dari perorangan maupun peran pemerintah.

“Sebenarnya bisa dimulai dari hal-hal kecil, kemudian, peran pemerintah juga sangat penting. Kita bisa mengambil contoh dari Korea, atau bahkan Jepang, di mana setiap film mereka selalu mencakup makanan khas seperti kimchi atau sushi, serta cara makan yang khas,” sampai Dhianita.

Dari penampilan makanan-makanan khas tersebut, Dhianita mengatakan hal tersebut membuat audiens menjadi familier dengan keberadaannya. “Bahkan orang barat yang mungkin awalnya tidak tahu banyak tentang makanan Jepang atau Korea, dapat menjadi lebih akrab melalui pengulangan tersebut. Di sisi lain, kita jarang melihat representasi makanan khas Indonesia dalam film-film kita,” sebut perempuan berusia 29 tahun itu.

Dengan membawa isu ini ke perdebatan di ASEAN-KOREA Innovative Culture Forum, Dhianita percaya ada potensi untuk memberikan wawasan berharga tentang potensi dan tantangan budaya populer Indonesia. Selain itu, ia berharap forum ini akan memberikan inspirasi dan ide-ide baru untuk meningkatkan peran budaya populer Indonesia di panggung global.

Selain itu, forum ini diharapkan menciptakan kolaborasi lintas negara yang sangat penting. “Ini berkaitan dengan kebutuhan akan kolaborasi, karena selama ini seniman dan penulis seringkali tidak memiliki kesempatan untuk bertemu,” katanya.

Menghidupkan Kembali Komunitas Penulis

Dhianita menggarisbawahi kembali pentingnya kolaborasi antara seniman dan penulis, memberikan panggung kepada penulis yang mungkin terlupakan dalam sejarah.

“Jika kita hanya bergantung pada penelitian, hasilnya mungkin hanya termanifestasi dalam artikel yang mungkin tidak banyak dibaca oleh banyak orang. Namun, melalui pameran seni, kita dapat menghadirkan narasi secara visual, membuatnya lebih menarik bagi generasi muda yang lebih suka pendekatan visual,” jelas Dhianita.

Mengenai forum ASEAN-KOREA ini, Dhianita melihatnya sebagai peluang untuk membangun koneksi melalui sejarah bersama. “Sebagaimana kita mungkin memiliki sejarah bersama, di Korea mungkin juga ada tokoh-tokoh yang sama terlupakan. Dengan bekerja sama dalam forum ini, kita dapat bersama-sama menggali dan memperkuat kembali narasi-narasi yang telah terlupakan atau tidak terangkat secara memadai dalam sejarah kita masing-masing,” paparnya.

Sementara itu, tidak hanya sebagai forum budaya, penyelenggaraan forum ini juga menjadi perayaan peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Korea Selatan, memberikan dimensi sejarah yang kuat pada acara tersebut. Melalui diskusi, pameran seni, dan tema yang dipilih, acara ini mencerminkan komitmen untuk memperkuat dan merayakan keterlibatan budaya antara kedua kawasan.

Pada kesempatan yang sama, Kilhwa Jung menyatakan bahwa ASEAN-KOREA Innovative Culture Forum 2023 diadakan sebagai momentum untuk membentuk fondasi pertumbuhan bagi negara-negara ASEAN dan Korea Selatan di berbagai bidang.

“(Forum ini) dilakukan sebagai langkah awal untuk mendorong pertumbuhan bersama di sektor ekonomi, teknologi, dan industri, acara ini bertujuan untuk menggalang pertukaran budaya dan seni antara Korea dan ASEAN,” ucap Kilhwa dalam sambutannya.

Sumber : Liputan 6

You may also like