Jakarta – Perekonomian Jepang dikabarkan jatuh ke dalam resesi. Hal ini disinyalir imbas penurunan pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) negara tersebut pada akhir 2023. Situasi tersebut berpotensi berdampak terhadap negara-negara ASEAN sampai kinerja ekspor asal Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira awalnya mengatakan resesi Jepang dipastikan berdampak terhadap ekonomi ASEAN. Pasalnya, Jepang adalah salah satu negara pusat (hub) investasi dan perdagangan di kawasan Asia Pasifik.
“Jadi dampak resesi akan cukup berpengaruh terhadap perekonomian negara ASEAN,” tegasnya saat dihubungi detikcom, Kamis (15/2/2024).
Bhima lantas mengarahkan analisisnya ke berbagai negara ASEAN. Pertama, Singapura, ia meyakini perekonomian negara itu akan terdampak karena Jepang memiliki banyak perusahaan trading alias yang bergerak di bidang jual beli barang atau komoditas di sana.
Kemudian, Malaysia dan Thailand, Bhima melihat resesi akan berdampak bagi perekonomian kedua negara itu karena kehadiran berbagai pabrik atau industri otomotif asal Jepang. Malaysia sendiri memiliki sejumlah pabrik produksi suku cadang elektronik asal Jepang.
“Jadi pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan sedikit lebih lambat imbas resesi Jepang,” bebernya.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, juga menilai akan terjadi perlambatan ekonomi di ASEAN.
Menurutnya, resesi Jepang akan menimbulkan contagious effect alias efek tular karena hubungan erat Jepang dengan sejumlah negara ASEAN termasuk Indonesia.
“Baik melalui dagang (ekspor-impor), utang, bantuan maupun yang lainnya” tegasnya.
Selain itu, Esther melihat akan ada dua dampak lain resesi Jepang terhadap perekonomian ASEAN. Pertama adalah berkurangnya pasar ekspor non-migas dan menurunnya jumlah investasi Jepang ke negara-negara ASEAN khususnya Indonesia.
“Apalagi banyak investor Jepang di negara-negara ASEAN,” imbuhnya
Dampak Resesi Jepang ke Indonesia
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid awalnya menjelaskan perekonomian Jepang mengalami resesi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Pada 2024, PDB Jepang diprediksi hanya tumbuh 1%, ini menurun dari capaian PDB Jepang pada 2023 yang berkisar di angka 1,4%. Hal ini dinilai Ahmad berpotensi mengganggu kinerja ekspor Indonesia.
“Resesi berdampak cukup strategis terhadap kinerja ekspor. Jepang adalah negara tujuan ekspor keempat terbesar Indonesia setelah China, Amerika, dan India,” ucap Ahmad saat dihubungi detikcom, Kamis (15/2/2024).
Ahmad kemudian merinci jumlahnya. Kontribusi Jepang berjumlah sebanyak 8,41% dari total ekspor Indonesia. Angkanya memang jauh lebih rendah dari China (23%), Amerika (10,21%), dan India (8,44%), namun tetap saja hal tersebut dinilainya berdampak signifikan.
Di sisi lain, Ahmad mencatat Jepang adalah salah satu negara yang kerap menaruh investasi di Indonesia. Pemerintah Jepang disebutnya sering memberi pinjaman bilateral kepada pemerintah.
“Jadi kalau (perekonomian) mereka lagi terganggu mereka pasti menahan ekspansi investasi, pinjaman, dan sebagainya,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, kemudian merinci sejumlah komoditas Indonesia yang diekspor ke Jepang. Komoditas tersebut adalah sebagai berikut:
Daftar Komoditas Ekspor RI ke Jepang
1. Batubara, US$ 8,8 miliar atau Rp 137 triliun (kurs Rp 15.614)
2. Komponen Elektronik, US$ 1,5 miliar atau Rp 23 triliun
3. Nikel, US$ 1,2 miliar atau Rp 28 triliun
4. Perhiasan, US$ 1,2 miliar atau Rp 28 triliun
5. Hasil Olahan Kayu dan Turunannya, US$ 1 miliar atau Rp 15,6 triliun
6. Karet dan Otomotif, US$ 1 miliar atau Rp 15,6 triliun
7. Perikanan, US$ 509 juta atau Rp 7,9 triliun
“Ini daftar barang barang (ekspor Indonesia) yang mungkin akan terdampak (resesi Jepang) karena nilainya sangat besar,” pungkasnya.
Sumber: Detik Finance